Cerpen Divisi Sastra "Prempuan Pemuas Napsu"

 PREMPUAN PEMUAS NAPSU

Karya: Suryadi

Aku adalah seorang wanita pemuas napsu laki-laki, nasipku tidak seperti wanita di luar sana yang memakai perhiasan, baju mewah, dan lain sebagainya. Ya… dua puluh tahu yang lalu, nasipku sangat malang.

Aku seorang gadis lugu, Namaku Nurul. Anak pertama dari dua bersudara. Aku senang melakukan pekerjana rumah setiap hari seperti membantu ibu memasak, nyapu, ngepel, dan lain-lain. Ibu, tidak pernah memanjakan kami, karena kami dari orang yang tidak mampu. Hari-hariku selalu ceria, yaaa.. maskipun ibu sering memarahiku, aku yakin dia seperti itu karna tidak mau kalo anak- anaknya menjadi seperti dirinya.

Pada siang hari udara sangat panas, dua laki-laki tua datang kerumahku.

“Assalamualiku, Mah, Mukimah” kedua laki-laki itu memanggil ibuku.

Mukimah adalah nama ibuku, perempuan pekerja keras.

 “Nurul, buatkan kopi” perintah ibuku. Tanpa aba-aba akun langsung menuruti apa yang diprintahkannya.

Tidak terlalu banyak yang aku tau dari kedua laki-laki itu, tapi yang pasti mereka masih ada hubungan dengan kelurga nenek dari ibuku. Pembicaraan mereka nampaknya cukup serius. Sebab terlihat dari jawaban Ibu ketika menjawab pertanyaan dariku.

“Ibu, apa yang paman itu bicarakan?" dengan nada pelan pertanyaan itu keluar dari mulutku.

”Sebenarnya mereka punya niat meminangmu, Nak.”

Mendengar jawaban Ibu, reflek aku menolaknya. Aku tidak mau dijodohkan, sebab perjalananku masih panjang dan rasanya aku mampu untuk menentukan siapa yang layak jadi pendampingku kelak. Setelah mengetahui penolakanku, Ibu bersikap sebiasa mungkin seperti tidak ada apa-apa. Dan seperti yang sudah keluargaku tahu, seminggu kemudian paman itu kembali lagi untuk menanyakan hal perjodohan kemarin. Ibuk menolaknya. Respon tidak enak sangat nampak di wajah paman itu.

Setelah kejadian itu, aku merasa kurang eank badan. Bahkan aku tidur di kamar sampai adzan magrib. Aneh sekali, sebab itu adalah hal yang jarang aku lakukan. Entah apa yang terjadi denganku, ketika ibu membangunkanku, aku memberikan respon buruk, ngamuk-ngamuk tidak jelas seperti orang gila. Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh ibuku, selain menjelaskan keganjalan-keganjalan yang terjadi denganku dan merasa bersalah atas apa yang terjadi denganku. Setelah kejadian itu, kondisi ibuku ikut menurun. Hingga akhirnya ibuku yang pergi mendahuluiku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dukun-dukunan

Kisah Cinta Hari Rabu

Pagi Bening