Marsinah Menggugat

 MARSINAH MENGGUGAT - 1

Ratna Sarumpaet

ALAM DILUAR ALAM KEHIDUPAN. DISEBUAH PERKUBURAN.

MARSINAH SEORANG PEREMPUAN MUDA, USIA 24 TAHUN, SEORANG BURUH KECIL DARI SEBUAH PABRIK ARLOJI DI PORONG, JAWA TIMUR, TANGGAL 9 MEI 1993 DITEMUKAN MATI TERBUNUH., DIHUTAN JATI DI MADIUN. DARI HASIL PEMERIKSAAN OTOPSI, DIKETAHUI KEMATIAN PEREMPUAN MALANG INI DIDAHULUI PENJARAHAN KEJI, PENGANIAYAAN DAN PEMERKOSAAN DENGAN MENGGUNAKAN BENDA TAJAM.

KASUS KEMATIAN PEREMPUAN INI KEMUDIAN RAMAI DIBICARAKAN. BANYAK HAL TERJADI. ADA KEPRIHATINAN YANG TINGGI YANG MELAHIRKAN BERBAGAI PENGHARGAAN. TAPI PADA SAAT BERSAMAAN BERBAGAI PELECEHAN JUGA TERJADI DALAM PROSES MENGUNGKAP SIAPA PEMBUNUHNYA.

SETELAH MELALUI PROSES YANG AMAT PANJANG DAN TAK MEMBUAHKAN APA-APA, KASUS UNTUK JANGKA WAKTU CUKUP PANJANG, DAN SEKARANG., SETELAH MARSINAH SEBENARNYA SUDAH MENGIKHLASKAN KEMATIANNYA MENJADI KEMATIAN YANG SIA-SIA, TIBA-TIBA SAJA KASUS INI DIANGKAT KEMBALI. MENDENGAR HAL ITU MARSINAH SANGAT TERGANGGU, DAN MEMUTUSKAN UNTUK MENENGOK SEBENTAR KE ALAM KEHIDUPAN, TEPATNYA, PADA SEBUAH ACARA PELUNCURAN SEBUAH BUKU YANG DI TULIS BERDASARKAN KEMATIANNYA.

INILAH UNTUK PERTAMA KALINYA MARSINAH MENGUNJUNGI ALAM KEHIDUPAN. KAWAN-KAWAN SENASIB DI ALAM KUBUR TAMPAKNYA KEBERATAN. DAN DARI SITULAH MONOLOG INI DIMULAI.

____________________________________________________________________

ADA SUARA-SUARA MALAM.

PERTUNJUKAN INI TERJADI DI SEBUAH PERKUBURAN. MARSINAH TAMPAK MERINGKUK DI SEBUAH BALE, GELISAH. DIA TERTEKAN, RAGU AKAN KEPUTUSAN YANG DIBUATNYA.

 saja dalam kesunyian mencekam yang dirasuki hantu-hantu ini aku dapat merasakan kesunyian yang sebenar-benarnya sunyi.

Dan aku dapat menutup telingaku dari pekik mengerikan, raung dari rasa lapar, derita yang tak habis-habis. Kalau saja sesaat saja aku diberi kesempatan merasakan betapa diriku adalah milikku sendiri....

DIKEJAUHAN, TERDENGAR SUARA ORANG-ORANG YANG MEMBACAKAN AYAT-AYAT, YANG SEMAKIN LAMA TERASA DEKAT DAN SEMAKIN MENGGEMURUH.

MARSINAH BANGKIT PERLAHAN, MURUNG.

Apa gerangan kata Ayahku tentang waktu yang seperti ini.... Kejam rasanya seorang diri, diliputi amarah dan rasa benci. Tesekap rasa takut yang tak putus-putus menghimpit..... Ketakutan yang tak bisa diapa-apakan.....

Tidak bisa bunuh, atau dilawan.....

MARSINAH SEPERTI MENDENGAR SUARA-SUARA DARI MASA LALUNYA, SUARA-SUARA DERAP SEPATU, YANG MEMBUATNYA GUSAR.

Suara-suara itu.... Dia datang lagi....

Seperti derap kaki seribu serigala menggetar bumi.... Mereka datang menghadang kedamaiku.....

mereka mengikuti terus.....

Bahkan sampai ke liang kubur ini mereka mengikutiku terus....

Kalau betul maut adalah tempat menemu kedamaian..... Kenapa aku masih seperti ini?

Terhimpit ditengah pertarungan-pertarrungan lama....

Kenapa pedih dari luka lamaku masih terasa menggerogoti hati dan perasaanku......

Kenapa amarah dan kecewaku masih seperti kobaran api membakarku ?

Apa yang harus kukatakan ?

Apa yang mereka mengerti tentang hak bicara ?

Tentang pentingnya memperjuangkan hak?

Mereka hanya memikirkan perutnya yang mengaung

MARSINAH MULAI GUSAR HALUS, SUARA-SUARA DI MASA LALUNYA DULU MULAI MENGIANG DITELINGANYA.

Barangkali kalian menganggap

apa yang kulakukan ini tidak masuk akal..... Barangkali kalian menganggapnya perbuatan sinting.... Tapi aku harus pergi......

Dengan atau tanpa kalian, aku akan pergi.....

Setelah empat tahun lebih aku merasa mati sia-sia, mereka tiba-tiba kembali mengungkit-ungkit kematianku. Kematian Marsinah murni kriminal.

Kematian Marsinah tidak ada hubungannya dengan pemogokan buruh.

Kematian Marsinah berlatar belakang balas dendam.

Aku hanya bisa menyaksikan mereka membicarakanku.

Apa yang mereka inginkan dariku? Mereka menggali tulang-tulangku.

Dua kali mereka membongkar kuburanku, juga untuk sia-sia, terkontaminasi.....

Bangsat!

Ini mungkin bagian yang paling aku benci. Mereka selalu menganggap semua orang bodoh.

Mereka selalu menganggap semua orang bisa dibodohi.

HENING LAGI.....

Tapi itulah mungkin betapa aku, kita-kita ini, sesungguhnya adalah orang-orang pilihan.

Orang-orang yang dipilih untuk sebuah rencana besar, dan sekaranglah saatnya.

Pada saat kita sudah tidak ada.

Pada saat kita sudah tidak mungkin dibunuh karena kita toh sudah terbunuh.

Mereka boleh dongkol atau mengamuk sekalian mendengar apa yang kita ucapkan.

Tapi menggebuk kita ?

Masa arwah mau digebuk juga ?

SUARA -SUARA MASA LALU ITU KEMBALI TERDENGAR. BEBERAPA SAAT MARSINAH TAMPAK TEGANG DAN TERGANGGU, TAPI DIA MELAWANNYA. MELANGKAH SATU-SATU, IA MENGADAHKAN MUKANYA BICARA PADA SUARA-SUARA YANG MENGGANGGUNYA ITU.

Suara-suara itu....

Mereka mengikutiku terus.....

Aku tahu mereka akan menggangguku lagi. Aku tahu mereka akan terus menggangguku. Aku tidak takut dan aku tidak akan berhenti...... Aku akan berdiri ditengah persidangan itu, dan aku akan menghadapi mereka disana.

Algojo-algojoku.....

Orang-orang yang dulu begitu bernafsu menghabisi hidupku. Berbaur dengan mereka yang dengan gigih telah berusaha menegakan keadilan atas kematianku.

Lalu aku akan berdiri di tengah-tengah mereka, dan persidangan itu menjadi upacara mencekam

'Marsinah, muncul menggugat'

Belati berlumur darah itu muncul didepan matamu, setelah sekian lama kau mengira, kau telah berhasil melenyapkannya dari tuntutan keadilan.

KETIKA SUARA-SUARA DI MASA LALU ITU MEREDA, MARSINAH JUSTRU TAMPAK SEMAKIN MURUNG DAN GUSAR. IA MENJATUHKAN TUBUHNYA DILANTAI, LETUH. IA BICARA SEPERTI PADA DIRINYA SENDIRI.

Aku melihat begitu banyak tangan berlumuran darah.....

Aku melihat bagaimana keserakahan boleh terus berlangsung, para pemilik modal boleh terus mengeruk keuntungan,

para Manager dan para pemegang kekuasaan boleh terus-menerus bercengkerama diatas setiap tetes keringatku.

Tapi seorang buruh kecil seperti diriku berani membuka mulutnya menuntut kenaikan upah ?

Nyawanya akan terenggut.

Dan sekarang lihat bagaimana mereka menjadikan kematianku bagai jembatan emas demi kemanusiaan;

Demi ditegakkannya keadilan; Demi perbaikan nasib buruh.

MARSINAH TERTAWA, GETIR.

Memperbaiki nasib buruh....

Untuk Satu gelas teh manis dipagi hari, satu mangkok bakso disiang hari, lalu satu mangkok lainnya di malam hari.

Itu takaran mereka tentang kebahagiaan seorang buruh,

yang dituntut untuk memberikan seluruh tenaga dan pikirannya, tanpa boleh mengeluh.

Mereka bermain diantara angka-angka.

Mereka tidak pernah mempertimbangkan apakah sejumlah angka mampu memanusiakan seorang buruh.

Dan mereka menepuk dada karena itu.

SUARA DARI MASA LALU ITU KEMBALI MENGHENTAK, MENGEJUTKAN MARSINAH. TAPI DIA TIDAK TAKUT.

Aku tidak takut. Aku tidak takut. (KE KAWAN-KAWANNYA) Aku tidak takut. (KE SUARA-SUARA)

Aku bisa mempertanggung jawabkan semua itu.....

Masa hidupku yang terhempas-hempas yang terus - menerus dihantui rasa takut bisa mempertanggung jawabkan semua itu. Kematianku yang menyakitkan. Tulang-tulangku yang remuk; darahku yang berceceran membasahi tumit kalian .......

Bisa mempertanggung jawabkan semua itu.

Bangsa yang bagaimana yang kalian harapkan aku menyebutnya? Aku mengais-ngais mencari sesuap nasi disana.

Sambil terus-menerus tersandung-sandung, dikejar-kejar gertakan dan ancaman-ancaman kalian.

Aku disiksa disana.....

Aku diperkosa disana, dibunuh dengan keji..... Begitu kalian telah mematikanku.

Begitu kalian merenggut seluruh hak hidupku...... Bangsa yang bagaimana kalian pikir aku menyebutnya? Bangsa yang bagaimana?

MARSINAH KEMBALI MENENGADAHKAN KEPALA, SEPERTI BICARA PADA SUARA-SUARA ITU.

Sampaikan pada mereka, Marsinah tidak akan datang! Marsinah yang lemah.....

Yang lemah lembut.....

Perempuan miskin yang tak berdaya dan tidak tahu apa-apa..... Tidak!

Dia tidak akan datang.

Dia akan menunggu hingga peradilan agung itu tiba, dan dia akan berdiri disana sebagai saksi utamanya.

SUASANA TIBA-TIBA BERUBAH, CAHAYA MENJADI MERUANG. MARSINAH BANGKIT HERAN.

MARSINAH BERPUTAR MENGAMATI SEKELILINGNYA.

Aku disini sekarang.....

Sebuah ruangan yang megah.....

Dan disini, sekelompok manusia berkumpul.....

MARSINAH SURUT KE BALE, MENGAMBIL SELENDANGNYA.

Aku akan menghadapi ini dengan sebaik-baiknya..... Aku akan membuat mereka terperangah.

Aku akan mengecohkan mereka dari setiap sudut yang tidak mereka duga sama sekali.

MARSINAH BERGERAK KE HADAPAN HADIRIN, SAMBIL MENATAP SEKELILING.

Aku disini sekarang.....

TATAPAN MARSINAH TERHENTI PADA SATU KELOMPOK HADIRIN.

Dan kalian.....

Aku mengenali betul siapa kalian.....

Sebuah generasi, yang seharusnya ceria dan merdeka, duduk disini dengan tatapan mengandung duka......

MARSINAH BERGERAK KEARAH KELOMPOK ITU.

Demi Tuhan. Bagiku, kalian adalah fakta paling menyakitkan. Kemarahan kalian itu adalah kemarahanku dulu.

Harapan dan cita-cita kalian itu adalah harapan dan cita-citaku dulu. Cita-cita yang terlalu sederhana sebenarnya untuk mengorbankan satu kehidupan.

Satu saat, ditengah sebuah arak-arakan, aku menyaksikan kalian menengadahkan muka ke langit, marah.....

Dengan mulut berbuih, kalian memekik menuntut perubahan Setiap kali aku melihat kalian meronta seperti itu, perasaanku terguncang. Aku ingin sekali berkata, "Jangan!"

Aku adalah korban dari kemarahan seperti itu.

Dan tidak satupun dari kita bisa mengelak, kalau kematianku adalah lambang kematian kalian.

Lambang kematian sebuah generasi. Kematian dari setiap cita-cita yang merindukan perubahan.

MARSINAH BERHENTI BEBERAPA SAAT SEPERTI SEDANG MENJERNIHKAN PIKIRANNYA. IA LALU MENATAP KELANGIT, DAN MULAI BICARA.

Kalian mungkin tidak akan memahami ini ...... Tapi aku ya. Aku memahaminya betul.

Didalam matiku aku telah melakukan perjalanan mundur. Sebuah penjelajahan berharga yang kemudian membuka mataku tentang berbagai hal.

Dari situ aku jadi tahu banyak.....

Aku jadi tahu kalau dunia dimana dulu aku dilahirkan;

Dunia yang kemudian dengan dingin telah merenggut hak hidupku; adalah dunia yang sakit, sakit sesakit-sakitnya.

Dunia dimana kebenaran-kebenaran dibungkus, dimasukkan ke dalam peti lalu dikubur dalam-dalam......

Didunia seperti itulah aku dibungkam. Tidak cukup hanya dengan gertakan,

dengan penganiayaan dan pemerkosaan yang dengan membabi buta telah mereka lakukan.

Untuk yakin mulutku tidak lagi akan terbuka, mereka mencabut nyawaku sekaligus.

Sekarang, apa yang harus kukatakan pada kalian? Aku tahu menolak adalah hak kalian.

Hak paling azasi dari setiap umat.

Tapi lihat, pelajaran apa sekarang yang kalian peroleh dari apa yang aku alami?

MARSINAH MENGAMBIL SEBUAH KORAN, LALU MEMBUKA-BUKANYA, SESAAT.

Berita yang kalian dapatkan hanya berita yang boleh kalian dapatkan, bukan yang berhak kalian dapatkan.

Itu sebab kalian baru heboh setelah kebakaran hutan merambat kemana-mana dan mulai menelan korban.

sementara aku.....

aku ditutup begitu saja, aku dikubur begitu saja.

MARSINAH MEMBACA KORAN

Pemulihan kondisi moneter akan terus diupayakan.

Jangan aku dikultuskan.....

Tapi bukan berarti aku menolak untuk dikultuskan..... Namun, renungkanlah.....

MARSINAH MELEMPAR KORAN ITU KASAR. TAPI TIBA-TIBA JADI TERPERANJAT ATAS ULAHNYA.

Sebentar!

Apakah diruangan ini ada intel atau aparat?

Dan tolong dicatat baik-baik.

Marsinah sebenarnya tidak sungguh-sungguh ingin menggugat. Dia hanya takjub.....

Rakyat yang mana yang sempat memikirkan pemulihan kondisi moneter?

Apa yang mampu mereka pikirkan dengan perut melilit? Mereka terseok-seok terancam kelaparan.

Pikiran dan perasaan meraka tercekam mendengar ratusan orang mati karena kelaparan justru ditempatkan dimana uang

sedang terus ditambang.

Didunia seperti itulah kalian dilahirkan.

Dunia dimana serigala-serigala berkeliaran mengejar nama dan kemuliaan, dan untuk itu kebodohan dan kelaparan kalian penting terus dipertahankan.

Dunia dimana kemiskinan kalian dijadikan aset penting, demi lahirnya seorang Pahlawan,

Pahlawan Pengentasan Kemiskinan.

MARSINAH MEMBUANG PANDANGAN KE ARAH LAIN.

Lalu kalian....

Entah apa yang aku katakan pada kalian?

Terus terang, berhadapan dengan kalian adalah bagian yang paling aku takutkan.

Mereka mencengkram tanganku dengan kasardan mencoba menjahili haidku dengan merogoh celana dalamku, Bangsat!!!

MARSINAH MEMBUANG PANDANGANNYA, JAUH. SINIS.

Lalu, Aku menyaksikan bagaimana Lembaga Peradilan berubah menjadi lembaga penganiayaan.

Aku menyaksikan bagaimana saksi-saksi utama dibungkam, dilenyapkan.....

Menyaksikan saksi-saksi palsu berdiri seperti boneka, remuk dan ketakutan....

Mereka dianiaya, dan dipaksa mengakui telah membunuhku.

Mereka menciptakan cerita-cerita bohong.

Dan kalian semua tau itu bohong, dan kalian juga tau bahwa itu adalah rekayasa.

Tapi mereka bebas, lalu bagaimana dengan aku?

Bagaimana mungkin nyawaku lepas begitu saja tanpa seorang pelaku?

Apa yang akan kalian katakan tentang itu? Bahwa Hukum itu gagap?

Bahwa Lembaga Peradilan itu gagap?

Bahwa diatas meja, dimana mestinya ditegakkan disitulah, uang, darah dan peluru lebih dahulu saling melumuri?

Demi Tuhan. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana kelak kalian akan mempertanggungjawabkan itu pada anak

cucu kalian.....

Lembaga Peradilan adalah harapan terakhir bagi orang-orang kecil seperti kami.

Satu-satunya tempat yang seharusnya memberikan pada kami perlindungan.

Tapi apa yang kami dapatkan? Apa yang kami dapatkan?

MARSINAH TIBA-TIBA BERHENTI, MENGALIHKAN TATAPANNYA KE ARAH LAIN.

Nanti dulu.

Aku seperti menyaksikan sebuah pemandangan bagus.

MARSINAH MENGAMBIL TEROPONG DARI MEJA PERLENGKAPANNYA, UNTUK BISA MELIHAT DENGAN JELAS.

Bukankah bapak yang duduk di pojok itu adalah seorang anggota DPR?

Atau..... Jangan-jangan, beliau ini adalah anggota DPR dari Partai terlarang itu?

Hm....

Katakanlah nasib kami sebagai buruh tidak ada dalam catatan. Tidak dianggap sebagai bagian dari rakyat yang membutuhkan pembelaan.....

Tapi aku bagaimana dengan harkat orang-orang yang dirampas,? rumah-rumah digusur; Ibu-ibu menangis,

anak-anak kucar-kacir kebingungan.....

dan popor senapan mengamuk merenggut nyawa dan harga diri.

Dan gedung raksasa itu tidak berbuat apa-apa selain, membungkam.

Dan bapak....

Bapak duduk disini, atas kematian seorang buruh kecil, karena ketidakmampuan kalian membela nasibnya.

Demi Tuhan....

Aku ingin sekali tahu, apakah kesadaran Bapak hadir disini merupakan hasil proyek pembekalan yang menghebohkan itu?

MARSINAH MENINGGALKAN PAK DPR, BICARA PADA HADIRIN.

Kalian lihat itu? Bungkam. apa aku bilang?

Wakil rakyat itu, mestinya menjadi jembatan, bukan sebaliknya.

MARSINAH TERSENDAT OLEH KEMARAHAN YANG MENDADAK MENDESAKNYA.

Aku nyawa yang tersumbat.....

Aku kehidupan yang dihentikan dengan keji hanya karena mengira aku punya hak untuk mengatakan tidak....

Hanya karena mengira aku berhak untuk punya harapan, Berhak punya jiwa dan raga.....

Aku menyaksikan kawan-kawanku di PHK dibawah ancaman moncong senjata.

Dan aku mencoba membelanya..... Aku hanya mencoba membelanya....

Dan karena itulah aku dianggap berbahaya dan layak untuk dibunuh.

SUARA-SUARA MASA LALU ITU KEMBALI MENYERGAP MARSINAH.

IA TIBA-TIBA PANIK, SEOLAH SELURUH PENGALAMAN PAHIT DIMASA LALU ITU MENDADAK KEMBALI KEDALAM TUBUHNYA. IA BERPUTAR....

Aku ingat betul bagaimana rasa takut itu menyergapku,

ketika tangan-tangan kasar tiba-tiba mengepungku dari belakang, mengikat mataku dengan kain, kencang,

lalu mendorongku masuk kesebuah mobil, yang segera meluncur, entah kearah mana.....

Dan Kata-kata kotor berhamburan memaki, mengikuti setiap siksaan yang kemudian menyusul.

Aku tidak tahu berapa kali tubuhku diangkat, lalu dibanting keras. Diangkat lagi, lalu dibanting lagi....

Kelantai.....

Kesudut meja....Ke kursi....

Sampai akhirnya aku betul-betul tak berdaya.....

Kebiadaban itu tidak mengenal kata puas.....

Aku bahkan sudah tidak bisa menggerakkan ujung tanganku ketika dengan membabi buta, mereka menggerayangi seluruh tubuhku.

MARSINAH KEMBALI TERSENDAT, GUGUP.

Aku biarkan mereka melahapku sepuas-puasnya. Aku biarkan tulang-tulangku diremuk-remukkan. Dan.....

MARSINAH TERSENDAT LAGI. TUBUHNYA BERGETAR KERAS.

Dan sebuah benda, besar, tajam, keras..... Yang aku tidak mampu membayangkan, apa....

Dihunjamkan menembus tulang kemaluanku....

MARSINAH MENJATUHKAN TUBUHNYA. IA BERGERAK SETENGAH MERAYAP.

Tuhan, kenapa? Kenapa aku ?

Aku ingin sekali menangis, tapi aku tidak mampu.

Aku terlalu remuk bahkan untuk meneteskan setetes air matapun.

Aku merasa hina...... Aku merasa kotor..... Dan aku sendirian......

Aku betul-betul sendirian......

DENGAN SANGAT BERAT MARSINAH BANGKIT.

DIA BERGERAK SEMPOYONGAN SEOLAH IA BARU SAJA DIPERKOSA.

Lalu, Aku mengumpulkan seluruh tenagaku yang masih tersisa, lalu mencoba berzikir.....

Tapi ketika aku hendak membuka mulutku memanggil asmanya.... Tuhan.... Mulutku terasa kelu....

Aku merasa tidak layak..... Aku merasa terlalu kotor..... Kotor sekali......

Aku ingin sekali dapat melupakan ketakutanku.

Aku ingin sekali dapat membunuh perasaan jijik yang menyerangku, tapi aku tidak berhasil......

Dalam keadaan remuk, aku berusaha keras untuk bangkit, lalu

MARSINAH JALAN KEGEMBIRAAN SAMBIL TERTAWA HINGGA MARSINAH TERSUNGKUR JATUH, HENING.

TERDENGAR SUARA MEMBACAKAN LA ILLAH HA ILLALLAH (KOOR)

Aku rayakan kegilaanku pad penderitaanku yang tak tertahankan....

Aku pertontonkan dalam pesta dosa dan kenistaan..... Aku nyalakan bara dalam dadaku.....

Aku biarkan asapnya mengepul dari setiap pori-poriku..... Api mengaliri pembuluh darahku.....

Api nafas didalam paru-paruku.....

Seluruh diriku hangus, terbakar oleh kebencianku pada ketidak adilan.....

CAHAYA VERTIKAL MENIMPA KERAS TUBUH MARSINAH.

MARSINAH MENGULURKAN TANGANNYA DAN MERAUP TANAH DISEKITARNYA KE DALAM GENGGAMAN, BICARA LIRIH.

DIKEJAUHAN, SESEORANG MEMBACAKAN " Yaa ayyatuhan nafsul...."

Tanah..... Tanah ini....

Tanah yang dulu memberiku kehidupan dan harapan, kini menyatu dengan daging dan tulang-tulangku Kini, aku adalah tanah dan debu sekaligus.

MARSINAH MERAYAP UNTUK MENCAPAI BALE DAN MULAI BICARA LEBIH JERNIH.

Aku akan pergi sekarang..... Aku harus pergi......

CAHAYA PADA MARSINAH DISSOVE DENGAN CAHAYA PADA SEBUAH LAYAR DIMANA WAJAH MARSINAH YANG SESUNGGUHNYA TERPAMPANG.

Demi Tuhan....

Tidak ada sebenarnya yang aneh dari apa yang menimpa diriku, atau yang menimpa ribuan bahkan jutaan manusia lain yang senasib denganku.

Kami adalah anak-anak bangsa ini. Sebuah Bangsa yang korup.....

Sebuah Bangsa, dimana kekuasaan adalah segalanya. Sebuah Bangsa dimana apapun halal, demi kekuasaan.

Namun, kepadamu semua aku ingin mengingatkan! Kalian telah membiarkan kehidupanku terenggut. Jangan kalian biarkan ia terenggut sia-sia..... Menemukan siapa pembunuhku yang sesungguhnya, bagiku tidak lagi berarti apa-apa.

Namun, dengan sangat aku memohon, setidaknya, demi kawan-kawanku, " Temukanlah"!!!..... Jauhkan mereka dari tangan-tangan kotor!

Selamatkan mereka dari ketamakan orang-orang yang dengan pongah menganggap dirinya pemilik negeri ini,

Ketahuilah.....

Menyelamatkan mereka, kalian telah menyelamatkan Negeri yang kalian cintai ini dari dosa dan kehancuran.......

Dan aku akan masih tetap seperti ini.

TERDENGAR SUARA MEMBACAKAN TARHIM CAHAYA PERLAHAN FADE OUT


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dukun-dukunan

Kisah Cinta Hari Rabu

Pagi Bening