Pagi Bening

 

Pagi Bening

Drama Komedi Satu Babak

Karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero

Terjemahan Drs. Sapardi Joko Damono

© 2006

T e m p a t K e j a d i a n

Madrid – Spanyol

Di suatu tempat – Taman terbuka

Di jaman ini juga

P e m a i n

Donna Laura

Wanita tua, berumur kira-kira 70 tahun

Masih nampak jelas bahwa dulunya cantik dan tindak tanduknya menunjukkan bahwa mentalnya juga baik.

Don Gonzalo

Lelaki tua, berumur kira-kira 70 tahun lebih

Agak congkak dan selalu tampak tidak sabaran

Petra

Gadis pembantu Laura

Juanito

Pemuda pembantu Gonzalo

ADEGAN I

( DONNA LAURA MASUK, MENIKMATI KEINDAHAN ALAM DI PAGI HARI, JUANITO MASUK MONDAR MANDIR MENCARI BANGKU DAN KEKASIHNYA, PETRA)

LAURA : Aku selalu merasa gembira sekali di sini. Syukur bangkuku tidak ditempati orang lain. Duhai, pagi yang cerah bukan, Petra? (IA DUDUK DI BANGKU BELAKANG). Aku merasa lebih letih dari biasanya (MELIHAT PETRA NAMUN TAK ADA). Jika saja Petra sudah menyelesaikan pekerjaan rumah, pasti dia bisa mengantarku kemari seperti biasa.

ADEGAN II

LAURA : (BURUNG-BURUNG DATANG MEMATUK-MATUK PADA TAS BERISI REMAH-REMAHAN ROTI DI SAMPINGNYA) Eh eh eh, tunggu sebentar! Mereka tahu kapan mesti datang menemui aku (BANGKIT DAN MENYERAHKAN REMAH-REMAH ROTI). Ini buat yang putih, ini untuk yang coklat, dan ini untuk yang paling kecil tapi kenes. (TERTAWA DAN DUDUK LAGI MEMANDANG MERPATI YANG SEDANG MAKAN). Ah, merpati-merpati yang manis. Itu yang besar mesti lebih dulu, kentara dari kepalanya yang besar, dan itu ... aduh , kenes benar. Hai, yang satu itu selesai mematuk terus terbang ke dahan. Bersunyi diri. Agaknya ia suka berfilsafat. Tapi dari mana saja mereka ini datang? Seperti kabar angin saja! Meluas dengan mudah. Ha, ha, jangan bertengkar. Masih banyak. Besok kubawakan yang lebih banyak lagi!

(DON GONZALO DAN JUANITO MASUK DARI KIRI. GONZALO BERGANTUNG SEDIKIT PADA JUANITO. KAKINYA BENGKAK, AGAK DI SERET)

GONZALO : Membuang-buang waktu melulu! Mereka itu suka benar bicara yang bukan-bukan.

JUANITO : Duduk di sini sajalah, senior. Hanya ada seorang wanita.

  (DONA LAURA MENENGOK DAN MENDENGARKAN)

GONZALO : Tidak, Juanito. Aku mau tersendiri.

JUANITO : Tapi tak ada .

GONZALO : Yang di sana itu kan milikku!

JUANITO : Tiga pendeta masih duduk di sana. Mereka juga masih bercakap-cakap.

GONZALO : Seperti merekat pada bangku saja mereka itu! Heh, tak ada harapan lagi, Juanito. Mari!

JUANITO : (MENGGANDENG KE ARAH MERPATI-MERPATI)

LAURA : (MARAH). Awas hati-hati!

GONZALO : Apa Senora berbicara dengan saya?

LAURA : Ya, dengan tuan!

GONZALO : Ada apa?

LAURA : Tuan menakut-nakuti burung-burung merpati saya!

GONZALO : Peduli apa burung-burung itu!

LAURA : Apa?

GONZALO : Ini taman umum, Senora!

LAURA : Lalu kenapa tuan mengutuk pendeta-pendeta yang di sana itu?

GONZALO : Senora! Kita belum saling kenal sebelumnya. Kenapa tadi Senora menegur saya?! Ayo, juanito! (MELANGKAH KE KANAN)

LAURA : Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir kalau sudah meningkat tua? (MELIHAT KE KANAN). Dia, datang marah-marah dan menakut-nakuti merpatiku, tak akan dapat bangku untuk dimilikinya sendiri! Nah, Dia kemari lagi.

ADEGAN III

(JUANITO DAN GONZALO MASUK)

GONZALO : Masih belum pergi juga mereka, Juanito?! Walikota seharusnya lebih banyak menaruh bangku-bangku di sini! Terpaksa juga aku kini duduk bersama wanita tua itu!

  (IA DUDUK DI UJUNG BANGKU,MEMANDANG DENGAN IRI KEPADA LAURA, DAN MEMBERI HORMAT DENGAN MENGANGKAT TOPI). Selamat pagi.

LAURA : Jadi tuan di sini lagi?

GONZALO : Ku ulang lagi, kita kan belum saling kenal!

LAURA : Saya toh cuma membalas salam tuan!

GONZALO : “Selamat Pagi”, mestinya cukup dibalas dengan “selamat pagi” saja.

LAURA : Tapi tuan seharusnya juga minta ijin untuk duduk di bangku saya ini.

GONZALO : Ahai, bangku ini kan milik umum!

LAURA : Lantas apakah bangku yang di sana itu juga milik Tuan?

GONZALO : Baik, baik! Sekian sajalah!

  ( PADA DIRINYA SENDIRI ) Dasar perempuan tua! Patutnya dia di rumah saja, merenda atau menghitung tasbih.

LAURA : Jangan mengoceh lagi. Toh aku juga tak akan pergi untuk sekedar menyenangkan hatimu!

GONZALO : (MENGELAP SEPATUNYA DENGAN SAPU TANGAN). Kalau disiram air tentu tak akan berdebu lagi taman ini.

LAURA : Apa tuan biasa menggunakan saputangan sebagai lap?

GONZALO : Kenapa tidak?!

LAURA : Apa tuan juga menggunakan lap sebagai sapu tangan?

GONZALO : Hah? Nyonya kan tak punya hak untuk mengeritik saya!

LAURA : Toh sekarang saya ini tetangga tuan!

GONZALO : Juanito! Buku! Bosan mendengarkan nonsense macam itu!

LAURA : Alangkah sopan santun tuan ini!

GONZALO : Maaf saja nyonya. Tapi saya mengharap nyonya tidak bernapsu campur tangan urusan orang lain!

LAURA : Saya memang biasa melahirkan pikiran-pikiran saya.

GONZALO : Hhh, Juanito! Buku!

JUANITO : Ini, tuan! (MENGAMBIL BUKU DARI KANTONG, DON GONZALO MEMANDANG DENGKI PADA LAURA; GONZALO MENGELUARKAN KACA PEMBESAR DAN KACAMATA: MEMBUKA BUKU)

LAURA : Tentunya penglihatan tuan masih baik sekali!!

GONZALO : Nyonya bicara lagi! Tentu jauh lebih baik dari penglihatan nyonya!

LAURA : (TERTAWA KECIL)

GONZALO : Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada kelinci-kelinci dan burung-burung.

LAURA : Artinya tuan suka berburu kelinci dan burung?

GONZALO : Saya pemburu memang. Sering iseng berburu. Membunuh waktu.

LAURA : Ya, membunuh waktu! Apa hanya waktu saja bisa tuan bunuh?

GONZALO : Nyonya kira begitu? Saya bisa menunjukkan kepala beruang besar dikamar saya!

LAURA : Saya juga bisa menunjukkan kepala singa di kamar tamu saya, meskipun saya bukan pemburu!

GONZALO : Sudahlah nyonya! Saya mau membaca. Percakapan cukup! Ngomong putus!

LAURA : Rupanya tuan menyerah!

GONZALO : Tapi saya mau ambil obat bersin dulu. (MENGAMBIL TEMPAT OBAT). Nyonya mau? (MEMBERIKAN OBAT ITU)

LAURA : Kalau cocok!

GONZALO : Ini nomor satu! Nyonya tentu akan suka!

LAURA : Memang biasanya akan menghilangkan pusing.

 (SETELAH MENGAMBIL BUBUKAN, KEDUANYA BERSIN BERGANTI-GANTI).

ADEGAN IV

GONZALO : Ehaaaah, agak enakan sekarang.

LAURA : Saya pun merasa enak sekarang.

  (KE SAMPING) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!

GONZALO : Maaf, saya mau membaca keras. Tidak mengganggu kan?

LAURA : Silahkan sekeras mungkin, tuan tidak menggangu saya lagi.

GONZALO : (MEMBACA) “ Segala cinta itu menyakitkan hati

    Tetapi bagaimana jugapun pedihnya

    Cinta adalah sesuatu yang terbaik

    Yang pernah kita miliki “

  Nah, bait itu dari penyair Campoamor.

LAURA : Ah!

GONZALO : (MEMBACA) “ Anak-anak dari para bunda

    Yang pernah kucinta

    Menciumku sekarang

    Seperti bayangan hampa “

  Baris-baris ini agak lucu juga rasanya.

LAURA : (TERTAWA) Kukira juga begitu.

GONZALO : Ada beberapa sajak bagus dalam buku ini. Dengar!

  (MEMBACA) “ Duapuluh tahun berlalu

    Ia pun kembalilah “

LAURA : Cara tuan membaca dengan kaca pembesar itu sungguh agak menggelikan saya.

GONZALO : Jadi nyonya bisa membaca tanpa kaca pembesar?

LAURA : Tentu saja, tuan.

GONZALO : Setua itu? Ahai, nyonya main-main saja!

LAURA : Coba saya pinjam buku tuan itu!

  (MENGAMBIL BUKU DAN MEMBACANYA KERAS-KERAS)

   “ Duapuluh tahun berlalu

    Dan ia pun kembalilah

    Masing-masing saling memandang,

    Berkata :

    Mungkinkah dia orangnya?

    Ya Tuhan, dimana oranya itu? “

(KESAMPING) Hmm, saya hafal tiap kata syair itu.

GONZALO : Hebat! Penglihatan Nyonya sungguh luar biasa! Saya gemar sekali puisi-puisi yang bagus. Sungguh gemar sekali. Bahkan ketika masih muda, kadang-kadang suka bersyair.

LAURA : Sajak-sajak yang bagus juga?

GONZALO : Ya, macam-macamlah. Saya dulu sahabat dari Exprosoda, Zorilla, Bocquer, dan penyair-penyair lain. Saya kenal Zorilla pertama kali di Amerika.

LAURA : Eh, tuan pernah ke Amerika?

GONZALO : Sering juga. Pertama kesana saya waktu umur 6 tahun.

Saya juga teman Campoamor, berjumpa pertama kali di Valensia. Saya warga kota di sana.

LAURA : Apa sungguh?

GONZALO : Saya dibesarkan disana. Dan masa muda saya habis di kota itu. Apa nyonya pernah ke Valensia?

LAURA : Pernah! Tiada jauh dari Valensia ada sebuah villa dan kalau masih berdiri sekarang, bisa mengembalikan kenangan-kenangan yang manis. Saya pernah tinggal beberapa musim di sana. Tapi sudah lama lampau. Villa itu dekat laut, tersembunyi antara pohon jeruk. Mereka menyebutnya ... ah ... lupa ... o ya, Villa Maricella.

GONZALO : Maricella?

LAURA : Maricella. Apa tuan pernah mendengarnya?

GONZALO : Tak asing lagi nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu dulu ada seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal. Dan namanya ... O ya, Laura Liorento!

LAURA : (KAGET) Laura Liorento?

GONZALO : Benar (MEREKA SALING TATAP)

LAURA : (SADAR LAGI) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman karib saya.

GONZALO : Aneh juga. (MEMANDANG LAURA CURIGA)

LAURA : Memang aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.

GONZALO : Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana. Sekarang saya seperti melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah itu. Nyonya ingat jendela itu?

LAURA : Ya, saya ingat itulah jendela kamarnya.

GONZALO : Dulu dia suka berjam-jam di jendela.

LAURA : (MELAMUN) Ya, memang dulu dia suka begitu.

GONZALO : Dia gadis ideal. Manis bagai kembang lilia. Rambutnya hitam. Sungguh mengesankan sekali! Mengesankan sampai kapan saja. Tubuhnya ramping sempurna. Betapa Tuhan telah menciptakan keindahan seperti itu. Dia seperti impian saja. (TERSENYUM MELAMUN)

LAURA : (KE SAMPING) Jika seandainya tuan tahu bahwa impian itu ada di samping tuan, tuan akan sadar impian macam apa itu, heh?

  (KERAS-KERAS) Dia adalah gadis yang malang yang gagal cinta.

GONZALO : Betapa sedihnya (MEREKA SALING MEMANDANG)

LAURA : Tuan pernah mendengar kabarnya?

GONZALO : Ya, pernah.

LAURA : Nasib malang meminta yang lain.

  (KESAMPING) Gonzalo!

GONZALO : Si jago cinta itu! Peristiwa cinta yang sama.

LAURA : Ah, duel itu!

GONZALO : Tepat, duel itu. Si Jago Cinta itu adalah ... saudara sepupu saya. Saya juga sayang sekali kepadanya.

LAURA : Oh ya? saudara sepupu? (KEHERANAN) Seorang teman menyurati saya dan bercerita tentang mereka. Dia ... saudara sepupu tuan itu ... tiap pagi lewat di depan jendelanya dengan naik kuda, dan melemparkan ke atas seberkas kembang yang segera disambut gadisnya.

GONZALO : Dan tak lama kemudian, Dia ... saudara sepupu saya itu ... lewat lagi untuk menerima kembang dari atas. Begitu?

LAURA : Benar. Dan keluarga gadis itu ingin agar ia kawin dengan saudagar yang sewangsa dengannya, namun tidak Ia cintai.

GONZALO : Dan pada suatu malam, ketika saudara sepupuku tadi tengah menanti gadisnya menyanyi ... di bawah jendela, Lelaki itu muncul dengan tiba-tiba.

LAURA : Dan menghina saudara Tuan itu.

GONZALO : Kemudian pertengkaran terjadi.

LAURA : Dan kemudian ... mereka duel!

GONZALO : Ya, waktu matahari terbit, di tepi pantai, dan si Saudagar itu luka-luka parah. Saudara sepupu saya itu harus bersembunyi, kemudian melarikan diri.

LAURA : Tuan rupanya mengetahui benar ceritanya!

GONZALO : Nyonya pun begitu agaknya.

LAURA : Saya katakan tadi, seorang teman telah menyurati saya.

GONZALO : Saya pun diceritai oleh saudara sepupu saya.

  (KE SAMPING) Heh, inilah Laura itu! Tak salah lagi!

LAURA : (KE SAMPING) Kenapa menceritakan padanya? Dia tak curiga apa-apa.

GONZALO : (KE SAMPING) Dia sama sekali tak merasa bersalah.

LAURA : Dan apakah tuan pula yang menasihati saudara tuan itu untuk melupakan Laura?

GONZALO : Ooo, saudara sepupu saya tak pernah melupakannya.

LAURA : Bagaimana begitu?

GONZALO : Akan saya ceritakan segalanya kepada nyonya.

  Anak muda – Don Gonzalo itu – bersembunyi di rumah saya, takut menanggung akibatnya yang buruk sehabis menang duel itu. Dari rumah saya ia terus lari ke Madrid. Ia kirim surat-surat kepada Laura, di antaranya sajak-sajak. Tapi tentunya surat-surat itu jatuh ke tangan orang tuanya. Buktinya tak ada balasan. Kemudian Gonzalo pergi ke Afrika, sebab cintanya telah gagal sama sekali, masuk tentara dan terbunuh di sebuah selokan sambil menyebut berulangkali nama Lauranya yang sangat tercinta.

LAURA : (KE SAMPING) Dusta! Heh, dusta kotor belaka!

GONZALO : (KE SAMPING) Saya tak bisa membunuh diriku lebih ngeri lagi.

LAURA : Tuan tentunya telah ditumbangkan kesedihan yang sangat

GONZALO : Memang betul, nyonya. Dia seperti saudara kandungku sendiri. Dan saya kira tak lama kemudian, Laura telah melupakannya. Kembali bermain memburu kupu-kupu seperti biasanya. Tak pernah meratapinya.

LAURA : Tidak, Senior. Sama sekali tidak!

GONZALO : Biasanya perempuan memang begitu!

LAURA : Kalaupun itu sudah sifat perempuan, “Perawan Bagai Perak” adalah terkecuali! Teman saya itu menanti berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dan tak selembar suratpun tiba. Suatu senja ketika matahari terbenam, dia meninggalkan rumahnya dan dengan langkah tergesa menuju pantai tempat kekasihnya menjaga nama baiknya. Ia menuliskan namanya di pasir, lalu duduk di atas karang, memandang ke kaki langit. Ombak menyanyikan tembang duka yang kekal, dan menggapai batu karang di mana perawan itu duduk. Air pasang segera tiba dan menyapu gadis itu dari muka bumi.

GONZALO : Ya Tuhan! (PURA-PURA MERASAKAN KESEDIHAN)

LAURA : Para nelayan di situ sering menceritakan bahwa nama yang ditulis gadis itu lenyap ditelan air pasang.

  (KE SAMPING) Toh kaU tak tahu aku reka-reka sendiri cerita kematianku!

GONZALO : ( KE SAMPING ) Dia berdusta lebih ngeri dari dustaku!

LAURA : Ah, Laura yang malang!

GONZALO : Wahai Gonzalo yang malang!

(KE SAMPING) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa dua bulan kemudian aku mengawini penari ballet dari Paris!

LAURA : (KE SAMPING) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa aku kawin dua tahun kemudian setelah duel itu! (KERAS KERAS MERATAPI) Nasib memang selalu aneh. Di sini, tuan dan saya, dua orang asing, bertemu secara kebetulan dan saling menceritakan kisah cinta yang sama dari dua teman lama yang telah bertahun lalu terjadi, seperti sudah akrab benar kita ini!

GONZALO : Ya, memang aneh. Padahal mula-mula kita bertemu tadi, kita bertengkar.

LAURA : Tuan juga yang tadi mengganggu merpati-merpati saya.

GONZALO : Memang agak kasar saya tadi.

LAURA : Memang kasar. (RAMAH) Tuan datang lagi besok pagi?

GONZALO : Tentu, asal pagi secerah ini. Dan takkan lagi mengganggu merpati-merpati itu, tapi saya akan membawa remah-remah roti besok.

LAURA : Oh, terima kasih. Burung-burung selalu tahu berterimakasih. Hei! Mana pembantuku tadi? – Petra?! Petra?

GONZALO : (MELIHAT LAURA YANG MEMBELAKANG) Tidak! Tak akan kukatakan siapa aku ini sebenarnya. Aku sudah tua dan lemah. Biarlah dia mengangankan aku sebagai penunggang kuda tampan yang lewat di bawah jendelanya. Harusnya Ia yang membuka pengakuan lebih dulu.

LAURA : (MENUJU TEMPAT DUDUK) Aduh! Lama benar dia.

GONZALO : Mana Juanito! Selalu saja menghilang. Ah, pasti dia sedang bercanda dengan gadisnya. (MEMBELAKANG)

LAURA : (MEMANDANG GONZALO YANG MEMBELAKANG) Tidak! aku sudah berubah tua. Lebih baik ia mengingatku sebagai gadis bermata hitam yang melempar bunga dari jendela.

ADEGAN V

GONZALO : Juanito, kau sedikit lambat.

JUANITO : (JUANITO MASUK) Maaf, Senior.

GONZALO : Mana gadismu?

JUANITO : (KEBINGUNGAN DAN MENCARI BUNGA DALAM TAS, LALU DUDUK) Dia menitipkan sesuatu untukmu, Senior. (MEMBERIKAN BUNGA DAN GONZALO BINGUNG, LALU JUANITO MENDEKAT KE LAURA) Untukmu seniora! (MEMBERIKAN BUNGA)

LAURA : Alangkah bagusnya. Terima kasih. Sedap benar baunya! (SADAR LAGI) Kau ini siapa sebenarnya? Lalu… (MENUNJUK GONZALO)

JUANITO : Perkenalkan, Seniora. Saya Juanito.

LAURA : Lalu bagaimana kau mengenalku? Dan bunga ini, kau sengaja membelinya untukku?

JUANITO : Terlalu sukar menafsirkan indahnya kisah cinta bertahun lalu. Villa Maricella, Penunggang Kuda, Perawan Bagai Perak, dan seterusnya. Kalau perjuangan sudah kita lampaui, maka kesadaranlah yang harus kita miliki!

LAURA : Jadi, maksudmu…..?

GONZALO : Juanito! Eh maaf, Seniora. Dia Pembantuku.(LAURA BINGUNG CURIGA)

GONZALO : (MEMANGGIL JUANITO AGAK GERAM) Bagaimana maksudmu?

JUANITO : (SEDIKIT TAKUT) Gadis saya pembantu dari nyonya itu, Senior. (GONZALO CEPAT-CEPAT MELIHAT KERTAS DI SELIPAN BUNGA DAN LAURA MENGIKUTINYA)

GONZALO : Ini semua sungguh menyenangkan, Senora!

LAURA : Demikian juga saya, Senior!

GONZALO : Sampai besok, nyonya!

LAURA : Pagi yang cerah. Tuan besok pergi ke bangku tuan?

GONZALO : Tidak, saya akan kemari saja. Itu kalau nyonya tidak berkeberatan.

LAURA : Bangku ini selalu menanti tuan!

GONZALO : Akan saya bawa remah-remah roti!

LAURA : Besok pagi? jadilah!

GONZALO : Besok pagi.

LAURA : (KE SAMPING) Tak salah, dialah Gonzalo!

GONZALO : (KE SAMPING) Tak salah, dialah Laura!

(GONZALO MEMANDANG JUANITO YANG SEDANG REBAHAN DIKURSI, GONZALO SEGERA MENGODE DAN JUANITO TERBANGUN GELAGAPAN)

JUANITO : Maaf, Senior. (NYENGIR)

LAURA : Mungkinkah benar dia orangnya?

GONZALO : Ya Tuhan, diakah orangnya itu?

JUANITO : (MENGAMBILKAN TAS LAURA DAN MEMBERIKANNYA) Salamkan untuk Petra, Seniora.

GONZALO : (DARI LUAR) Juanito!

JUANITO : (BERTERIAK DAN BERLARI KE LUAR) Iya, Senior.

L a y a r T u r u n


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dukun-dukunan

Kisah Cinta Hari Rabu