Naskah Drama "Dongeng Mitun"

 DONGENG MITUN

Karya: Ainil Inayah

DI ATAS PANGGUNG DENGAN LATAR MALAM HARI TERMENUNG SEORANG PEREMPUAN MUDA SAMBIL NYINDEN.

Kembhang melateh lek

Se gheggher ning lencak kaso’onan

Dhek sadhejeh manossah

Nyakseeh bhekal saongghunah

Tap… tap… tap

“Mursidi? Kau kah itu?

Tap… tap… tap

“H. Tohir?”

Hahaha… mana mungkin para lelaki tua itu sampai sini. Kalaupun mereka disini pasti tuhan sendiri yang menuntunnya. Tapi itu sangat tidak mungkin karena aku sudah menarik Tuhan ke pihakku.

Ceritanya panjang sekali kenapa Tuhan bisa tertarik ke pihakku. Hahaha… jangankan kalian, bahkan manusia-manusia yang dulu mengucilkanku sekarang justru memuji namaku.

“Mitun putri Mursidi sangat hebat, dia berhasil merayu Tuhan. Mitun putri Mursidi sangat hebat, dia berhasil merayu Tuhan. Mitun putri Mursidi sangat hebat, dia berhasil merayu Tuhan.”

Munafik! Manusia-manusia penjilat itu bisa menyebut namaku dengan benar saat membaca berita di surat kabar bahwa Mitun telah berhasil merayu Tuhan. Hehh mereka pikir aku ini bodoh. Ya memang kenyataannya aku tidak sampai lulus sekolah karena buru-buru dijodohkan oleh Mursidi dengan H. Tohir seorang haji yang jauh lebih tua dariku. Mmm mungkin hampir mencapai usia bapakku Mursidi.

“Mitun, kau jangan coba-coba dekat dengan laki-laki manapun. Ingat! kau sudah Bapak jodohkan dengan H. Tohir, seorang juragan kambing yang sangat kaya raya itu.”

“Mitun tidak mau, Pak. Mitun tidak mau menikah dengan H. Tohir yang suka...”

PLAAKKK

“Berani kau melawan Bapak hah! Sudah 60 tahun bapak hidup ditanah Madura ini dan bapak selalu mematuhi adat yang ada di desa karena ini sudah turun temurun. Jadi, jangan coba-coba menentang apa yang sudah diwariskan oleh leluhur kita.”

“Tidak, Pak. Mitun tidak mau menikah dengan Ji Tohir. Mitun ingin sekolah, Pak. Mitun ingin mewujudkan cita-cita Mitun, Pak. Mitun ingin menjadi seorang penari! Pak lihatlah, Mitun bisa menari, lihat, Pak! Lihat! Mitun bisa menari, Pak. Pak lihat Mitun, Pak.” (sambil menangis sesenggukan) dan ya, apa Bapak tidak ingat berapa banyak janda di desa ini akibat perjodohan yang semena-mena? Dan ya, Mak. Mak yang mati karena harus melahirkan di usia belia. Apa itu tidak cukup untuk membuat Bapak sadar?”

“Cukup, Mitun. Di sini Bapak yang berhak memutuskan. Kau hanya seorang perempuan, jadi patuhi saja perintah Bapak.”

Dengan sangat terpaksa aku menerima perjodohan itu dan berusaha meyakinkan diri mungkin dengan menjadi istri H. Tohir aku bisa terbebas dari Mursidi yang suka seenaknya itu.

Suara gendang (H. Tohir datang)

“H. Tohir.” (seraya merapikan baju)

“Ji, kau pasti capek. Mari Mitun sudah siapkan makanan. Bagaimana, apa masakan Mitun enak? Kemarin Mitun belajar masak sayur daun kelor ini dari Bhuk Romla yang rumahnya depan masjid itu loh. Emm... oiya, Ji. Minggu depan akan ada acara Hari Ulang Tahun di desa kita. Dan kau tahu? Pak klebun mengundangku untuk menari di acara itu. Bagaimana, Ji? Apakah aku boleh menari disana? Kau pasti tahu kalau aku bisa menari kan, Ji? Lihatlah Mitun bisa menari!”

Duh Gusti Pangeran, aku baru tersadar dan benar-benar baru tersadar. Bagaimana bisa aku berani berbicara seperti itu pada H. Tohir yang tempramen. Aku langsung tertunduk dan tidak jadi meneruskan rayuanku saat terdapat api kemarahan di mata H. Tohir yang ku tangkap pantulannya dari kuah sayur daun kelor yang sialnya tidak akan bisa dipadamkan. Dan benar saja, belum sempat aku merangkai kata maaf dia sudah menjambak rambutku. Sakit, sangat sakit sepertinya seluruh rambut ini akan dibebaskan dari kulit kepalaku.

“Ampun, ampun, Ji. Maaf, maaf aku tidak bermaksud berkata seperti itu. Tolong lepaskan rambutku, Ji. Ini sangat sakit, tolong. hikss”

Mendengar aku kesakitan akhirnya ia melepaskan rambutku. Oh Gusti Pangeran aku bisa bernafas lega. Tapi tiba-tiba aku merasakan tangan besar mencengkram leherku.

“I..ya..i..ya.. a..ku.. ber..janji.. a..ku.. ti..dak.. a..kan.. ber..ka..ta.. se..perti.. i..tu.. la..gi.. tolong.. a..ku.. tidak.. bi..sa.. ber..na..fas..”

Uhuk uhuk uhuk

Hah hah hah

Ku hirup udara sebanyak-banyaknya saat H. Tohir melepaskan cengkeramannya. Rasanya aku ingin menghirup seluruh pasokan udara di rumah itu sampai tak tersisa lagi untuk si H. Tohir itu.

Ya aku baru ingat, agaknya sejak saat itu aku memutuskan untuk memberontak pada laki-laki seperti Mursidi dan H. Tohir itu. Memang saat H. Tohir mencekikku waktu itu aku berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi. Tapi bukankah sihir janji itu sangat mampu untuk meluluhkan?

Hahahaha… sangat mudah menghasut para lelaki itu, hanya perlu sedikit kebohongan dan kata-kata manis saja mereka sudah terperdaya. Malam itu aku membisikkan sesuatu ke telinga mursidi.”

“Bapak, tadi pagi ji tohir sangat kurang ajar padaku. Bisa-bisanya ia mengatakan..”

“Dasar perempuan tidak berguna, kau sama seperti bapakmu mursidi, kalian sama-sama bodoh. bilang pada mursidi memangnya dia siapa, beraninya dia memerasku. Aku tidak takut padanya kalau perlu akan ku tebas lehernya sekarang juga”

Hahaha… laki-laki memang sangat bodoh dan angkuh. Setelah Ji tohir pulang dari warung, aku juga membisikkan sesuatu kepadanya.”

“Ji, kemaren bapak berbicara sesuatu yang tidak mengenakkan”

“Mitun, suamimu itu sangat pelit pada Bapak. Kau tinggalkan saja si tua bangka itu. Tidak ada untungnya Bapak menikahkanmu dengannya. Tahu begini, Bapak nikahkan saja kau dengan juragan kambing desa sebelah yang jauh lebih kaya darinya”

“Kurang ajar, berani-beraninya Mursidi berbicara seperti itu. Nampaknya ia sudah tidak sayang lagi pada nyawanya. Akan ku tebas lehernya sekarang juga.”

Hahaha… daaan, kalian pasti tahu apa yang terjadi dirumahku malam itu...

MITUN MENGELUARKAN DUA AYAM JANTAN DARI KURUNGANNYA, KEMUDIAN DISABUNG.

Hahaha… lihat! Lihat! Mereka berkelahi. Hahaha… jantan-jantan itu saling menyakiti. Hahaha… kau dengar itu Mursidi, kau dengar itu H. Tohir, aku Mitun seorang perempuan berhasil mengalahkan kalian. Sekarang aku bebas.. akhirnya aku bisa menari dengan bebas, Lihatlah aku mitun seorang penari …

SELESAI


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dukun-dukunan

Kisah Cinta Hari Rabu

Pagi Bening