PAKSI ANGKARA ASMARA
“PAKSI ANGKARA ASMARA”
Oleh: Divisi Rupa 2022
“Paksi Angkara Asmara” adalah sebuah judul cerita yang digarap Divisi Rupa dari sebuah legenda Pasarean Aer Mata. Pasarean Aer Mata merupakan sebuah kompleks pemakaman bangsawan Madura (para bangsawan dari wangsa Cakraningrat beserta kerabat dan abdi dalem istana lainnya) yang terletak di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, Madura. Kompleks pemakaman tersebut diperkirakan dibangun sejak abad ke‒15. Menurut cerita rakyat, nama kompleks pemakaman tersebut diambil dari kisah Ratu Ibu (Syarifah Ambami, istri Pangeran Cakraningrat I/Raden Prasena) yang menangis di pertapaannya. Paksi angkara asmara adalah sebuah peribahasa dalam bahasa Jawa yang berarti orang yang mendapatkan kecelakaan karena keserakahannya sendiri. Arti tersebut sangat cocok dengan isi cerita dari legenda Pasarean Aer Mata.
SKETSA NASKAH BESERTA PENJELASANNYA
• Cover
Memperlihatkan sebuah hutan (tempat Ratu Ibu bertapa). Kemudian terdapat tulisan dengan rata tengah yaitu Teater Sabit, mempersembahkan, dan Paksi Angkara Asmara yang ditulis dengan aksara Jawa. Aksara Jawa tidak jauh berbeda dengan aksara Madura sehingga aksara Jawa ini netral untuk digunakan.
• Adegan Pertama
Di sebuah kamar, Ratu Ibu duduk di ranjangnya dengan menggunakan kebaya dan kerudung yang hanya menutupi bagian rambutnya saja (model kerudung jaman dulu). Ratu Ibu tampak sedih dan merasa kesepian.
• Adegan Kedua
Ratu Ibu bertapa di hutan (Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, Madura) untuk menghilangkan rasa sedihnya dan mendoakan keselamatan suaminya (Pangeran Cakraningrat I) beserta ketujuh keturunannya agar menjadi pemimpin (raja) di Madura.
• Adegan Ketiga
Di tengah pertapaannya, Ratu Ibu bertemu dengan Nabi Khidir a.s. yang divisualkan dengan Nabi Khidir a.s. berjubah dan bersorban. Ratu Ibu meminta kepada Nabi Khidir a.s. untuk ikut mendoakan agar doanya terkabulkan oleh Allah SWT.
• Adegan Keempat
Di sebuah kamar, Ratu Ibu dengan bahagianya menceritakan pengalaman bertapanya kepada Pangeran Cakraningrat I. Akan tetapi, Pangeran Cakraningrat I merasa kurang puas karena Ratu Ibu hanya berdoa ketujuh keturunannya yang menjadi pemimpin di Madura. Padahal, Pangeran Cakraningrat I menginginkan semua keturunannya yang menjadi pemimpin di Madura.
• Adegan Kelima
Pangeran Cakraningrat I marah kepada Ratu Ibu setelah mendengar cerita dari Ratu Ibu. Ratu Ibu tampak sangat sedih dan merasa bersalah.
• Adegan Keenam
Untuk menebus rasa bersalahnya itu, Ratu Ibu kembali lagi bertapa. Akan tetapi, beliau tidak bertemu dengan Nabi Khidir a.s. Beliau merasa putus asa dan terus menangis hingga air matanya membanjiri tempat pertapannya. Ratu Ibu pun meninggal dunia dan dimakamkan di tempat bertapanya itu. Kini, tempat itu dijadikan kompleks pemakaman Ratu Ibu beserta ketujuh keturunannya.
• Adegan Ketujuh
Memperlihatkan keadaan banjir yang disebabkan oleh Ratu Ibu yang terus menangis.
• Adegan Kedelapan
Memperlihatkan tugu tempat Pasarean Aer Mata.
Data tersebut kami dapatkan dengan cara melakukan observasi langsung ke tempat Pasarean Aer Mata dan wawancara kepada juru kunci di sana. Selain itu, kami juga mendapatkan data tambahan dari sebuah skripsi, dan sumber-sumber lainnya sebagai pembanding.
Link pementasan https://youtu.be/4y57JG6Nr3M
Komentar
Posting Komentar