Eksekusi

 EKSEKUSI

Ilham Zoebazary

SETTING : Ruang hampa udara, cakrawala kosong. Suara gagap-gempita, orang-orang

marah. Seorang lelaki (MBAH DUKUN DARMO GANDUL) Berlari dikejar ORANG-ORANG BERTOPENG. Di pojok langit lelaki tersebut tertangkap dan dipukuli beramai-ramai oleh orang-orang bertopeng, sambil terbahak-bahak seperti layaknya sebuah pesta kemenangan.

Terdengar sebuah alunan suara berirama. Orang-orang bertopeng berhenti memukul dan tertawa sambil memandang lalu menanggalkan topengnya. Mereka berubah menjadi SANG HAKIM KETUA, JAKSA PENUNTUT UMUM dan PEMBELA. Sedangkan mbah dukun didudukkan oleh pembela di kursi terdakwa.

HAKIM : (Mengetukkan palu) Saudara-saudara … kalau biasanya yang anda lihat di TV atau anda baca di Koran adalah pengadilan sandiwara, artinya pengadilan sungguhan yang kegedean unsur sandiwaranya, maka pengadilan kita ini sebaliknya, digede-gedein keadilannya. karena keadilan yang gede memang Cuma ada dalam sandiwara asyik kan? Saya mulai ya? Nah, atas nama keadilan yang kelihatannya tidak mengenal kompromi, sogok dan berat sebelah, sidang pengadilan “kasus jimat” saya nyatakan dibuka! (Ketuk palu, hadirin tepuk tangan) Hei, tepuk tangannya yang meriah dong (tepuk meriah) Terimakasih. Terimakasih. Sekarang saya lanjutkan. Sidang pengadilan ini akan dihadiri secara komplit oleh terdakwa, penggugat dan satu rombongan saksi-saksi. Nah, bagaimana Saudara Pembela dan Saudara Jaksa Penuntut Umum, apakah Saudara-saudara sudah siap tempur?

JAKSA dan PEMBELA : Sudaaahhhhhh ….!!!

HAKIM : Bagus. Karena ini adalah persidangan yang amat istimewa. Diliput oleh mass media internasional, maka aspek fighting spirit alias semangat tempur harus ditonjolkan. Antara Saudara Pembela dan Saudara Penuntut harus pakai gontok-gontokan. Harus aktif dan agresif, biar pengadilan kasus jimat ini berjalan dengan hot. ingat, masyarakat butuh hiburan dan sedikit ketenangan. Remember? Nah, untuk menyingkat waktu, karena saya juga banyak obyekan di luar, persidangan segera dilaksanakan. Saya panggil saudari penggugat: Saudari Menik.

 MENIK muncul, tiba-tiba SEORANG WARTAWAN nyelonong dan memotret Menik.

Hakim marah mengetuk-ngetukkan palu. Wartawan ganti membidik hakim, hakim pasang aksi,

(wartawan exit).

Terimakasih, Mas Wartawan! Berikutnya saya panggil rombongan saksi-saksi. Bapak Roki! Bapak Badrun! Bapak Koming! Saudara Klowor! Nona Sri! Dan … Nyonya Romlah …!

Ketika dipanggil, masing-masing menyahut dari dalam.

Dan saya perkenalkan bintang kita dalam persidangan ini: Mbah Dukun Darmo Gandul...!

Mbah Dukun berdiri member hormat, dengan yakin

Baiklah, kesempatan pertama saya persilahkan Saudara Jaksa Penuntut Umum untuk meng-over-handle!

JAKSA : Terimakasih, YM. Sebagaimana tercantum dalam lembaran pemeriksaan awal, Mbah Dukun Darmo Gandul telah mengakui segala perbuatannya, bahwa dia telah melakukan suatu tindakan asusila terhadap Saudari Menik … Asusila artinya tidak punya susila, atau bisa juga “asu yang bersila” … maka …

PEMBELA : (Memotong) itu tidak betul, YM. Tuduhan itu fitnah! Mbah Dukun tidak pernah melakukan tindakan asusila!

JAKSA : Tapi dalam lembaran pemeriksaan awal ia sudah mengakui segala perbuatannya!

PEMBELA : Itu karena dia dipaksa untuk mengaku!

JAKSA : Bohong! Tidak ada pemaksaan!

PEMBELA : Ada! Pemaksaan dan Penyiksaan!

HAKIM : (Gembira) Bagus! Serbu … Serang …Terjang …!

PEMBELA : YM, di negeri kita ini tidak ada undang-undang yang memperbolehkan penyiksaan semena-mena terhadap terdakwa. Tapi lihat, Yang Mulia … klien saya ini … (Menunjukkan) dia dipukuli para petugas pemeriksaan … ini, ini, dan ini … memar-memar dan bengkak-bengkak! Kalau hal seperti ini dibiarkan, mana yang namanya keadilan? Mana?

Hakim malah angkat bahu dan geleng kepala.

JAKSA : YM, soal pemeriksaan awal bukanlah urusan kita. Tugas kita adalah mengadili orang yang dianggap bersalah. Lha, Mbah Dukun ini jelas-jelas bersalah, bertindak asusila, dengan bukti dan saksi yang amat sangat valid!

HAKIM : Oke, oke. Yang penting, Saudara-saudara harus mentaati aturan permainan. Sayalah yang berhak menjatuhkan hukuman. Karena itu saya akan melakukan pemeriksaan ulang. (Pada Mbah Dukun) Mbah Dukun Darmo Gandul, betulkah Mbah telah menggitukan Saudari Menik, seorang Mahasiswi yang masih gadis, generasi muda calon penerus bangsa ini? (Dukun menggeleng) Jadi Mbah tidak menggitukan Saudari Menik dan menolak tuduhan itu? (Dukun menoleh, Pembela mengangguk, Dukun ikut mengangguk)

JAKSA : (Gemas) YM, dia itu …

HAKIM : (Memotong) Diaaaaam…! (Pada Menik) Saudari Menik, apa saudari tetap pada tuduhan semula, bahwa Mbah Dukun yang menggitukan Saudari? (Menik melihat jaksa. Jaksa menggeleng, Menik ikut menggeleng)

PEMBELA : (Gemas) YM, dia itu …

HAKIM : (Memotong) Diaaam…! (Pada Jaksa) Saudara Jaksa, sekarang suruh para saksi memberikan kesaksian.

JAKSA : Terima kasih, YM. Saudara-saudara saksi … benarkah Saudara-saudara pernah berhubungan intim dengan Mbah Dukun Darmo Gundul? Eh … maksud saya berhubungan … tanpa intim? (Para saksi mengiyakan) Tidak ada keraguan lagi? (Para saksi berkata, tidak) Nah, sudah jelas, YM. Seluruh saksi memperkuat dakwaan.

HAKIM : Oke, Saudara pembela, silahkan ganti unjuk gigi.

PEMBELA: (Meringis, unjuk gigi) Terima kasih, YM. (Pada Dukun) Mbah Dukun, Mbah tidak pernah menggitukan Saudari Menik, kan? Iya, kan? Iya, kan? (Memaksa Dukun menggeleng-geleng) Nah YM, Klien saya ini tetap tidak bisa didakwa. Saya mohon dia dibebaskan dari segenap dakwaan.

HAKIM : Sebentar. Saya akan mewawancarai para saksi dulu. (Pada para saksi) Siapa di antara Saudara-saudara yang meninggalkan tempat kejadian peristiwa paling akhir/ (Klowor mengacungkan tangan dan mau mendekat) Eit, Saudara bicara dari situ saja!

JAKSA : Maaf, YM. Dia adalah Saudara Klowor. Dia saksi bisu.

KLOWOR : Bha … Bha… Bha… (Hakim mendekat. Komunikasi tanpa suara. Ilustrasi. Dilanjutkan komunikasi dengan saksi-saksi lain. Selesai)HAKIM : Mbah Dukun, ternyata keterangan para saksi makin memberatkan Saudara. Bagaimana, apakah Mbah tetap menyangkal?

PEMBELA: YM. Saya keberatan. Bagaimana klien saya ini harus mengaku, kalau kenyataannya dia tidak berbuat apa-apa? (Pada Dukun) Benar kan Mbah, Mbah tidak berbuat asusila, kan? Ya, kan? Ya, kan? (Kaget) Oh … maaf, YM. Klien saya celananya basah …

HAKIM : (Emosional) Saudara terdakwa! Saudara ngompol di pengadilan. Itu berarti Contempt Of Court. Penghinaan besar-besaran terhadap lembaga peradilan! Penghinaan …! (Kumat jantungnya. Pembela menolong menenangkan)

PEMBELA : Tenang, YM … Tenang …

HAKIM : (Setelah tenang kembali) Oh, baiklah … kalau demikian sidang kasus jimat ini saya nyatakan ditunda. Kita akan mengadakan rekronstruksi.

JAKSA : Saya tidak perlu rekronstruksi, YM. Keterangan para saksi sudah lebih dari cukup.

HAKIM : Saudara Jaksa jangan ngeyel, lho. Kalau hakim bilang rekronstruksi, ya Rekonstruksi. Ngerti? Bukti-bukti otentik kadang-kadang diperlukan bagi tegaknya keadilan! Maka dengan demikian persidangan saya nyatakan ditunda (Pukul Palu)

Hakim, Jaksa dan Pembela mengenakan topeng lagi, menggelar tabir. Dukun merayu menik dan mengajaknya masuk ke balik tabir. Mula-mula menik menolak, tapi pada akhirnya setuju. Tabir bergetar. Beberapa saat kemudian Menik menjerit-jerit dan muncul dari balik tabir. Gaduh. Hakim. Jaksa dan Pembela melepas topeng. Kembali kesuasana persidangan.

HAKIM : Nah, pelaksanaan rekonstruksi telah kita saksikan bersama. Sekarang Saudara Jaksa saya persilahkan bicara.

JAKSA : Terima kasih, YM. Dari pelaksanaan rekonstruksi dapat saya simpulkan bahwa kesalahan Mbah Dukun jauh lebih berat dari pada yang tertulis di lembar pemeriksaan awal. Karena itu tuntutan saya semula, yakni agar Mbah Dukun dihukum 20 tahun, saya naikkan jadi 40 tahun penjara.

HAKIM : Bagaimana Saudara Pembela?

PEMBELA : Justru menurut saya, Klien saya ini tidak bersalah apa-apa. Saudara Menik hanya mencemarkan nama baik klien saya, karena itu saya minta Mbah Dukun dibebaskan dari segenap tuduhan, serta diberi uang ganti rugi.

JAKSA : Tidak bisa! Saudara Pembela, Anda jangan memanipulisir fakta! Klien anda jelas bersalah!

PEMBELA : Saudara ini jaksa goblok! Mendramatisir Keadaan!

JAKSA : Saudara yang goblok! Pembela yang ngawur!

PEMEBLA : Saudara yang goblok!

JAKSA : Saudara yang goblok!

HAKIM : (Senang) Terus … sikat … ciat … hiaa … (Sadar) Eh, maaf. Saya benar-benar menghargai setinggi-tingginya semangat Saudara-saudara. Sekarang giliran saya untuk unjuk gigi. (Pada Menik) Saudara Menik, benarkah kandungan Saudari sudah ada isinya?

MENIK : (Malu) Sudah, YM.

HAKIM : Mbah Dukun Darmo Gandul yang men-supplay-nya?

MENIK : Benar, YM.

JAKSA : Nah … iyu dia, YM!

HAKIM : Diaaam …! (Pada Menik lagi) Saudari kan seorang mahasiswi, seorang gadis yang terpelajar. Kenapa pergi ke dukun?

MENIK : Saya ingin mendapatkan jimat agar lulus ujian, YM …

HAKIM : O ... Begitu. Saudari Menik, bagi seorang mahasiswi seperti saudari ini, jimat yang paling ampuh adalah buku, serta keyakinan pada diri sendiri. Sebenernya hanya itu. Tapi akan jadi lebih yahud lagi kalau ditambah dengan bersikap sedikit genit terhadap bapak-bapak dosen dan sedikit memberi peluang untuk dilecehkan secara seksual … Coba sekarang, jimat apa yang telah anda peroleh dari Mbah Dukun?

MENIK : Saya tidak mendapat jimat, YM. Tapi mendapat ini (Menuding perutnya)

HAKIM : (Pada Mbah Dukun) Mbah Dukun, benarkah Mbah yang men-supply jimat pada kandungan Menik?

DUKUN : Tidak, YM. Sumpah, tidak! (Menangis) Saya tidak berbuat apa-apa … Saya hanya melakukan diagnosa.

PEMBELA : Nah … itu dia, YM!

HAKIM : Diaam …! (Pada Dukun) Jadi Mbah tetap menolak, meskipun sudah diadakan rekonstruksi serta saksi-saksi yang valid?

DUKUN : Tentu saja saya menolak, YM. Saya hanya melakukan diagnosa. Apakah seorang dukun tidak boleh melakukan diagnosa? Apakah diagnosa iyu hanya monopoli para dokter? Apakah begitu, YM?

HAKIM : (Bimbang) Ya tentu saja tidak …

DUKUN : Nah, kalau demikian mengapa saya dituduh bertindak asusila, hanya karena melakukan diagnosa? Mengapa, YM? (Menggebrak meja. Hakim mengkeret)

MENIK : (Bangkit dengan geram) YM, mengapa YM jadi begini? Saya sudah menderita lahir batin, baik oleh perbuatan dukun cabul itu, oleh publikasi Koran yang semena-mena, maupun oleh jalannya pengadilan yang bertele-tele! Penderitaan saya semakin berlipat-lipat, dan YM tidak juga berbuat apa-apa untuk saya, untuk tegaknya keadilan. YM tidak peduli pada penderitaan saya, karena saya Cuma perempuan yang konon katanya tidak berdaya … mengapa demikian, YM? Coba jawab. Mengapa? Apakah karena saya tidak pakai suap, apa begitu?

HAKIM : (Bimbang) Bisa jadi. Eh … ya tentu saja tidak.

MENIK : Nah, kalau demikian mengapa YM tidak segera mengambil keputusan yang jelas? (Semua melongo. Hakim mengkeret Menik merebut palu dan memukul-mukul meja) Jelas ini cuma dagelan! Hakim, Jaksa, Pembela, semuanya hanya badut-badut! Hanya membanyol!

HAKIM : Tenang, Saudari Menik. Maksud saya …

MENIK : (Memotong) Apa maksudmu? Main ping-pong? Pukul ke sana pukul ke mari, agar mental saya jatuh dan saya pasrah pada segala keputusan pengadilan? Begitu maksudmu?

PEMBELA : Jangan begitu, Saudari Menik. Ini masih proses …

MENIK : (Memotong) Proses! Proses! Proses permainan acrobat, begitu? Tidak ada yang berbuat apa-apa di sini kecuali main akrobat! Dan saya yang menjadi pelengkap penderita!

JAKSA : Saudari Menik, Mbah Dukun akan saya tuntut hukuman yang berat, agar supaya …

MENIK : (Memotong) Supaya apa? Supaya gombal semuanya? Hakim, Jaksa, Pembela, semuanya gombal tak ada habis-habisnya! (Pada Dukun) Dan kaulah biang kladi semua banyolan yang tidak lucu ini! Kamu harus dihukum gantung! (Menyerahkan palu pada Hakim) Ayo, kalau YM memang tidak sedang main akrobat, vonis dukun cabul itu dengan hukum gantung! Ayo!

HAKIM : (Kebingungan) Baik … baik …

DUKUN : YM, Saya tidak mau dihukum gantung. Saya tidak bersalah … saya cuma melakukan diagnosa!

MENIK : (Mendorong-dorong Dukun) Kurang ajar! Dasar dukun palsu … Perusak kehormatan orang.

PEMBELA : (Bermaksud membela Dukun) Hei. Saudari Menik. Jangan sembarangan berbicara pada klien saya.

JAKSA : (Menghalangi pembela) Saudara jangan ngotot membela dan melindungi orang yang benar-benar bersalah …

Maka terjadilah kekacauan. Menik mendorong-dorong Dukun kea rah kiri , sedang Jaksa mendorong-dorong Pembela ke arah kanan. Semua mengeluarkan argumentasinya. Hakim hanya kebingungan tanpa bisa mencegah apa yang sedang terjadi. Muncul Wartawan mengabadikan keributan itu. Setelah semua exit. Wartawan memotret Hakim yang pasang aksi.

HAKIM : (Pada orang-orang yang bertengkar) Saudara-saudara … Persidangan belum selesai … oh, bagaimana kok bisa jadi begini? Pak Polisi, tolong … Mas Wartawan, tolong … (Dipotret, pasang aksi) Pak Polisi, tolong … tolong …

 (Hakim lari, wartawan mengikuti di belakangnya, slow motion)

-------SELESAI-------


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dukun-dukunan

Kisah Cinta Hari Rabu

Pagi Bening