Tolong

 “TOLONG”

N. RIANTIARNO

(Adaptasi: Rara Rahayu)

(ATIKA TERLEMPAR MASUK KEDALAM PANGGUNG)

Adegan 1

 “Bukan, bukan, jangan, jangan, aku bukan pencuri aku bukan pencuri….. aku bukan pencuri bukan bukan bukan”

Adegan 2

Lampu nyala

“Tolong! Siapa saja di situ, tolong! Tolong! Aku di sini! Tolong! Ada manusia disini. Aku butuh pertolongan. Dengar teriakan ku! Dan datang ke mari! Tolong… tolong… tolong…

(LEMAS TERKULAI KATA-KATA TERAKHIRNYA HAMPIR TAK TERDENGAR)

Tidak ada yang sudi menolongku, tidak ada yang datang, tidak ada yang peduli denganku, aku dilupakan, aku dilupakan. (menangis)

Adegan 3

(SEAKAN MELIHAT BAYANGAN DI HADAPANNYA)

 “Bah dah pulang kau bang? Tumben, cepat kali kau pulang hari ini. Ini lo bang sudah kumasakkan daun ubi santan. Kemarin kita rebus hari ini kita santan, besok… kita apain ya bang? Gimana kalau kita makan yang mentah aja bang? Tak apalah ini kan makanan favorit kau.”

“Eh sinilah dulu bang supaya makan kita. Jadi gimana kerja hari ini? Capek? Jelaslah namanya juga kerja di ladang, apalagi kau tengok matahari sekarang uuuhhhh… lagi panas-panasnya”

“Oh iya bang tapi ada lo mau aku ceritakan sama mu. Itu lo bang tetangga kita yang di sana itu. Ishhh siapa ya namanya, pokoknya rumahnya itu tiga rumah dari kontrakan kita ini lo. Kan kau tau 3 bulan kemaren dia baru pulang dari Malaysia, dah boleh bangun rumah yang besar kali dia bang. Iya di depan ruko sana itu loh. Huuuhhhh iri lo aku bang.”

“Abang jadi gimana lah menurut abang kalau aku daftar jadi TKW kayak yang kemaren aku bilang itu loh. Kalau aku dapat jadi TKW kan, 5 tahun aja aku kerja balik lagi ke kampung ini dah boleh kita bangun rumah yang besar, lahannya luas supaya kau tidak perlu lagi kerja di ladang orang. Ya? Ya bang? Huhhhh abang ini lo dari kemaren jawabnya engga enggga terus. Ngeyel kali. Abang, abang, dengarlah dulu bang!”

“Sudahlah pokoknya abang tenang saja! Semua sudah kupertimbangkan sudah bulat tekadku mau pergi aku jadi TKW.” (beranjak pergi)

“Abang janganlah ditahan-tahan! Aku kerja ini kan untuk kebahagian kita kalau masalah tubuhku ini boleh aku jaga bang, dan aku akan selalu ingat bahwa kehormatanku hanya untuk abang seorang. Pergi dulu ya bang, pergi ya bang.”

Adegan 4

“Aku berjanji akan bekerja dengan giat bang dasir, dan benar aku benar-benar bekerja dengan giat dan rajin disini, aku bukan pemalas, aku bangun sebelum subuh, membersihkan rumah, menyapu, mengepel, mengelap perabotan. Aku mencuci, menyetrika, memasak, mengurus taman. Aku mengerjakan semua itu sendirian dirumah sebesar ini. Pekerjaan baru selesai pukul Sembilan malam, itupun tidak selalu begitu. Jika ada tamu, aku harus melayaninya, kadang aku masih harus memasak tengah malam, dan aku melakukannya dengan gembira dan ikhlas aku benar-benar giat dan aku selalu menjaga ke hor ma tan ku…..”

Lampu redup

“kehormatanku? kehormatanku… (nangis) Aku ingat betul saat itu majikan laki-laki datang ke kamarku. Sepertinya dia sedang mabuk. Waktu itu, sekitar pukul sebelas. Nyonya majikan dan anak-anaknya menginap di rumah family di luar kota. Jadi, dirumah sebesar ini, hanya ada kami berdua. Dia masuk kamar, menutup pintu, duduk di pinggir ranjang dan menatap ku dengan diam. Buru-buru aku duduk di kepala ranjang, balas menatap dia dengan mata heran. Dia terus mendekatiku, dia mulai menyentuh tubuhku. Dan dan dan… (nangis) aku selamat? Aku selamat? aku selamat (ketawa).

Saya menghela nafas panjang dan menangis. Aku bersyukur kepada tuhan karena malam itu tidak terjadi apa-apa dengan diriku. Ya aku selamat dari perkosaan majikan biadab itu. Saya mengunci pintu dan menangis sampai subuh.

Adegan 5

Ah Bang Dasir, aku baru sadar. Barangkali, itulah satu-satunya kesalahanku: menolak hajat majikan sialan itu. Makanya aku ditendangi, dipukuli, dan disiksa macam begini. Siksaan memang tidak segera ku alami. Maksudku, sampai bulan kelimabelas, keadaan masih berjalan normal. Tapi, di bulan ke enambelas, majikan lelaki ku mulai mengeluh kehilangan uang. Dan siapa lagi yang bisa dituduh kalau bukan aku? Pelayan yang miskin, Indon lagi, setara dengan anjing.

Adegan 6

Pada bulan ke enambelas itulah nasib masa depanku ditentukan. Anak lelaki majikan mengaku kehilangan uang. Lalu majikan lelaki, kembali mengeluh hilang uang lagi. Kali ini jumlahnya banyak. Akulah sasarannya, akulah kambing hitam yang harus menanggung akibat. Ya. aku dipukuli lagi dan lagi. Bertubi-tubi. Dengan setrikaan panas, karena waktu itu aku sedang menyetrika, aku berteriak kesakitan. Dan dihari itu pulalah aku dihajar, di seret, lalu disekap dikamar ini.

 (ATIKAH TIBA-TIBA TERKEJUT)

“Jangan Tuan jangan Tuan jangan jangan (jatuh). Aaaaaa sakit nyonya panas ampun nyonya, bukan aku pencuri nya ampun nyonya aku bukan pencuri, bukan aku pelakunya ampun nyonya ampun nyonya ampuuuuunnnn”

Adegan 7

 “Nangis terus Atikah nangis. Nangis je kerje kau. Tak de kerje lain ke? Berani-beraninye kau lapor ken police. Kau kire police kan percaya kan engkau? Hmmm impossible. Nasib baek saye tak bagi tau balek pasal hal pencurian tu. Atikah kau ingat tak berape jmlah duit yang dah kau curi tu? Ingat? 30 ribu ringgit. Kau kire 30 ribu ringgit tu jumlah yang sedikit? No, sayang. Bahkan harge diri kau tak sebanding dengan duit tuh. Cuihhh. Sekareng kau bagi balek duit tuu atau kau makin tersikse. Cum Atikah, Atikahhhh sshh argh. Dah boleh melawan ye sekareng. (emosi) Dah boleh melawan ANJING, BANGSAT, BAJINGAN, PENCURIIII, MATI KAU ATIKAH. (jatuh) ARGH KURANG AJAR INDON KAU ATIKAH”

Adegan 8

 “anjing bangsat bajingan anjing bangsat bajingan pencuri (ketawa setelah itu nangis). Ini semua karena laki-laki itu. Aku tidak bersalah tapi taka da yang bela tidak ada yang sudi menolongku. Aku dilupakan. Bahkan bayangan suamiku Mudasir juga tidak ada. Dia tidak sudi menemaniku lagi. Dia meninggalkan ku tanpa pesan. Mana? Mana siding pengadilan untukku? Yang kualami bukan pembunuhan tubuh, tapi pembunuhan mental, pembunuhan politik. Aku tak berdaya. Aku diperlakukan macam binatang bukan macam manusia. Tolong… tolong… entah siapapun yang dengar! Tolong aku! Perdulikan nasibku! Walau aku hanya sekedar babu!

Lampu padam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dukun-dukunan

Kisah Cinta Hari Rabu

Pagi Bening